Politik

Antara Mimpi, Manipulasi, dan Pilihan Politik: Sebuah Renungan

Antara Mimpi, Manipulasi, dan Pilihan Politik: Sebuah Renungan
Ilustrasi

 

Daspublika.com - Dalam dinamika politik, selalu ada individu dan kelompok yang berani mengkompromikan mimpi dan idealisme mereka. Yang lebih mengejutkan, tak sedikit dari mereka yang bahkan rela memanipulasi keyakinan dan propagandanya sendiri demi kepentingan tertentu.

Dalam perjalanan sejarah politik, kita telah menyaksikan bagaimana mereka yang dulu lantang berbicara tentang perubahan dan perjuangan kini justru bersekutu dengan musuh utama demokrasi.

Jika kita mau menelusuri kembali rekam jejak mereka, banyak bukti yang bisa ditemukan dalam berbagai dokumen dan publikasi masa lalu. Banyak media yang pernah menjadi saksi perjalanan gerakan perlawanan. Salah satu tonggak sejarah yang tak bisa dilupakan adalah peristiwa 1998.

Apa yang terjadi pada tahun itu bukan hanya tentang runtuhnya sebuah rezim, tetapi juga tentang pengorbanan besar yang dilakukan oleh rakyat dan mahasiswa.

Ironisnya, kasus 1998 yang seharusnya menjadi pengingat akan perjuangan rakyat justru dijadikan modal utama bagi sebagian orang untuk melompat lebih tinggi dalam dunia politik.

Mereka yang dulu berada di garis depan perjuangan kini menempati posisi nyaman dalam sistem yang dulu mereka lawan habis-habisan. Mereka yang dulu berseru tentang revolusi kini justru menjadi bagian dari status quo, dengan dalih pragmatisme dan "realitas politik."

Sementara itu, di luar lingkaran kekuasaan, masih ada mereka yang memilih jalur berbeda. Bagi sebagian orang, memilih untuk tetap berada dalam barisan gerakan rakyat bukanlah perkara mudah.

Ini bukan hanya soal prinsip, tetapi juga soal keberanian untuk menanggung konsekuensinya. Sebab, dalam medan perjuangan yang nyata, harga yang harus dibayar sering kali adalah penderitaan.

Namun, bagi mereka, ada hal yang lebih menakutkan dibandingkan kesulitan hidup: dijauhi oleh kawan-kawan seperjuangan yang masih konsisten dan militan.

Saat ini, kita bisa melihat bagaimana gerakan rakyat terus berjuang di berbagai daerah. Proses advokasi terus berjalan, meski harus berhadapan dengan tekanan dan represi dari aparat.

Di berbagai wilayah, rakyat dengan gagah berani melawan kebijakan yang menindas, bahkan dalam beberapa kasus, konfrontasi dengan militer tak terhindarkan.

Ini membuktikan bahwa semangat perjuangan belum padam, bahwa masih ada orang-orang yang setia pada jalan panjang ini, meskipun tanpa sorotan media atau dukungan dari kekuatan besar.

Realitas kehidupan bagi mereka yang menolak tunduk pada kompromi memang berat. Makan atau tidak makan, bekerja atau menganggur, semuanya menjadi tanggung jawab sendiri.

Tidak ada jaminan keamanan atau kenyamanan dalam perjuangan. Mereka yang tetap berada di jalur ini tahu bahwa hidup di luar sistem sering kali berarti harus berjuang lebih keras untuk bertahan.

Tapi inilah pilihan yang diambil dengan sadar, karena mereka memahami bahwa harga dari pengkhianatan terhadap idealisme jauh lebih mahal dibandingkan sekadar kesulitan hidup.

Sejarah telah mengajarkan bahwa perubahan sejati tidak pernah datang dengan mudah. Butuh waktu, butuh pengorbanan, dan butuh keteguhan hati.

Seperti yang pernah dinyanyikan dalam lagu Darah Juang, akan ada saatnya pembalasan tiba. Akan ada masanya ketika rakyat bukan lagi sekadar objek dari permainan politik, tetapi menjadi hakim yang menentukan arah sejarah.

Sebab, dalam akhirnya, perjuangan sejati bukan tentang mereka yang mencari kenyamanan dalam sistem, tetapi tentang mereka yang tetap setia pada cita-cita keadilan, meskipun harus berjalan di jalan yang sepi dan penuh duri. (*)

0 Komentar :

Belum ada komentar.