Daspublika.com – Dalam episode terbaru Jakarta Night Talk, host Mutiara L. Purba mengundang Hilmar Farid, seorang budayawan dan pengamat kebijakan budaya, untuk membahas masa depan budaya di Jakarta.
Fokus diskusi kali ini adalah bagaimana Jakarta di bawah kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno mampu menjaga dan mengembangkan identitas budaya di tengah tantangan modernitas.
Menurut Hilmar Farid, Jakarta memiliki posisi strategis sebagai pusat ekonomi, politik, dan budaya.
https://www.youtube.com/watch?v=f7cs4SpMtB4&t=975s
Namun, sering kali perhatian terhadap budaya kalah oleh pembangunan fisik kota. Di bawah Pramono Anung dan Rano Karno, ia melihat ada harapan baru untuk menjadikan budaya sebagai elemen inti dalam pembangunan Jakarta.
“Budaya adalah bagian dari infrastruktur yang tak kalah penting dibanding jalan atau gedung. Pramono Anung dan Rano Karno memiliki potensi besar untuk mengintegrasikan budaya ke dalam visi pembangunan kota. Apalagi, Rano Karno sendiri punya latar belakang kuat di dunia seni. Ini modal besar untuk membawa pendekatan yang lebih manusiawi dalam pembangunan Jakarta,” kata Hilmar.
Hilmar menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara tradisi dan inovasi. Jakarta sebagai ibu kota memiliki beragam budaya, baik tradisional seperti budaya Betawi maupun seni kontemporer yang terus berkembang.
“Kepemimpinan baru harus memastikan bahwa budaya tradisional tidak hanya dipertahankan, tetapi juga diberikan ruang untuk berkembang sesuai zaman. Di saat yang sama, seni kontemporer perlu didukung agar menjadi bagian dari identitas Jakarta yang modern,” tambahnya.
Salah satu tantangan terbesar, menurut Hilmar, adalah menyediakan ruang bagi seniman untuk berkarya. Ia memuji langkah awal Pramono Anung dan Rano Karno yang berencana menciptakan lebih banyak ruang publik kreatif di Jakarta.
“Ruang untuk seni itu penting. Bukan hanya fisik, tetapi juga ruang sosial yang memungkinkan interaksi antara seniman, komunitas, dan masyarakat luas,” ujarnya.
Diskusi juga menyinggung bagaimana budaya dapat menjadi bagian dari keseharian pemimpin Jakarta. Hilmar berharap Pramono Anung dan Rano Karno tidak hanya menjadikan budaya sebagai program sekali waktu, tetapi bagian dari kebijakan yang terus berlanjut.
“Pemimpin yang menjadikan budaya sebagai prioritas bukan hanya menjaga warisan, tetapi juga membangun identitas kota. Ini bisa menjadi model baru bagi pemimpin di kota-kota lain di Indonesia,” katanya.
Sebagai penutup, Mutiara L. Purba mengajak Hilmar untuk memberikan pandangannya tentang harapan ke depan. Hilmar menyatakan bahwa keberhasilan kebijakan budaya tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga keterlibatan masyarakat.
“Kita semua adalah bagian dari ekosistem budaya Jakarta. Kalau masyarakat terlibat aktif, budaya akan tetap hidup dan menjadi bagian dari identitas kota ini,” pungkasnya.
Jakarta Night Talk kembali mengangkat isu penting tentang bagaimana budaya dapat menjadi jantung pembangunan kota.
Dengan kepemimpinan yang peduli dan langkah nyata dari semua pihak, Jakarta diharapkan menjadi kota yang tidak hanya maju secara fisik, tetapi juga kaya akan nilai-nilai budaya yang mendalam. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.