Oleh: Yudi Kardiman*
Daspublika.com - Di tengah riuhnya ekspektasi pasca-pemilu, rakyat sering kali berharap segala janji kampanye akan langsung terlihat hasilnya. Tapi perubahan tidak bekerja seperti sulap. Ia berjalan dalam jalur sistematis—penuh tahapan, negosiasi, dan tantangan teknis. Maka penting bagi publik bukan hanya menagih, tapi juga mengawal.
Salah satu janji strategis dari pemerintahan baru di Garut adalah pembukaan 100.000 lapangan kerja. Bukan hal remeh, dan bukan pula hal mustahil—asal dijalankan dengan kerja konkret dan konsistensi arah.
Kini, beberapa upaya sudah mulai terlihat:
-
Aris Kharisma, salah satu figur yang menjadi bagian dari tim kerja pemerintahan baru, tengah berjuang mendatangkan investor dari Shenzhen, Tiongkok, untuk program pengelolaan sampah. Ini bukan sekadar proyek lingkungan, melainkan strategi ekonomi hijau yang berpotensi membuka lapangan kerja baru, sekaligus menyelesaikan persoalan klasik Garut: sampah.
-
Dalam waktu bersamaan, rencana ekspansi besar-besaran tengah disiapkan oleh PT. Hoga, yang diklaim akan mampu menyerap sekitar 20 ribu tenaga kerja. Ini menjadi langkah konkret dalam menjawab kegelisahan rakyat soal sulitnya mencari penghidupan yang layak di daerah sendiri.
-
Sebelumnya, PT. UNI juga telah membuka pabrik baru di Garut yang diklaim menyerap sekitar 10 ribu tenaga kerja. Artinya, secara bertahap, satu per satu titik janji kampanye itu mulai menemukan bentuk nyatanya.
Meski demikian, suara publik tak berhenti. Ada yang mengungkit soal bantuan Rp2 juta per kepala keluarga, akses permodalan UMKM, dan proyek infrastruktur yang dinilai belum jalan. Semua ini wajar. Pemerintah tidak anti kritik. Namun penting juga untuk menyampaikan konteks soal bantuan Rp2 juta per KK, tentu ada syarat dan ketentuan yang berlaku, yang sayangnya memang tidak dijabarkan tuntas dalam publikasi kampanye sebelumnya. Ke depan, kejujuran dan transparansi komunikasi publik harus jadi standar utama.
Kemudian, bantuan modal UMKM Rp2–50 juta sejatinya bisa disambungkan melalui program KUR dari bank Himbara. Persoalannya bukan pada dananya, tapi kesiapan administratif dan legalitas pelaku UMKM. Pemerintah tinggal memperkuat peran fasilitasi dan pendampingan.
Lalu, proyek jalan dan infrastruktur lain belum bisa dimulai tahun ini karena anggaran 2025 sudah ditetapkan sebelum pemerintahan baru terbentuk, tepatnya saat masa Pj Bupati. Maka, proyek besar infrastruktur realistisnya baru bisa bergerak pada 2026.
Dalam semua dinamika ini, satu hal yang pasti: arahnya sudah tepat, tapi prosesnya perlu dikawal.
Kita tidak sedang mencari pemimpin sempurna, melainkan pemimpin yang bekerja, membuka jalan, dan tak takut dikawal.
Pemerintah baru sudah mulai menanam benih perubahan. Kini, tugas rakyat adalah memastikan pohonnya tumbuh dengan sehat, bukan ditebang sebelum berbuah. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.