Daspublika.com – Dugaan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMPN 1 Karangpawitan, Garut, menjadi sorotan publik. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan bahwa dana yang seharusnya diterima penuh oleh siswa diduga mengalami pemotongan oleh pihak-pihak tertentu.
Dugaan keterlibatan anggota DPR RI, staf khusus, serta pihak sekolah semakin memperkuat asumsi adanya penyalahgunaan wewenang dalam distribusi dana pendidikan ini. Jika terbukti benar, perbuatan tersebut bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang merugikan masyarakat, khususnya para siswa yang bergantung pada dana tersebut untuk kebutuhan pendidikan mereka.
Advokat sekaligus pemerhati kebijakan publik, Dadan Nugraha, S.H., menyatakan keprihatinannya terhadap kasus ini. Menurutnya, praktik seperti ini mencoreng dunia pendidikan dan mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap program bantuan pemerintah.
"Jika ada pengondisian dan pemotongan dana yang seharusnya diterima utuh oleh siswa, maka ini adalah bentuk korupsi yang harus diusut tuntas. Tidak hanya mencederai dunia pendidikan, tetapi juga menghambat akses pendidikan bagi mereka yang membutuhkan," ujar Dadan, Selasa (25/02/2025).
Dadan menjelaskan bahwa ada beberapa pihak yang perlu diperiksa lebih lanjut dalam kasus ini. Jika terbukti terlibat, maka mereka dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang berlaku.
Sebagai pejabat publik, anggota DPR RI yang memiliki akses terhadap program aspirasi wajib memastikan bahwa dana PIP disalurkan dengan transparan dan tepat sasaran. Namun, jika ditemukan adanya intervensi dalam bentuk pengondisian sekolah untuk melakukan pemotongan, maka hal tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, staf khusus yang bertugas dalam pengelolaan program aspirasi juga harus diperiksa lebih lanjut. Apakah mereka bertindak atas perintah langsung atau melakukan pemotongan tanpa sepengetahuan anggota DPR RI? Jika terbukti ada unsur kesengajaan dalam mengondisikan sekolah agar melakukan pemotongan, maka mereka juga bisa dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan jabatan.
Di sisi lain, jika pihak sekolah terbukti melakukan pemotongan dana PIP, maka mereka juga dapat dikenakan sanksi hukum. Investigasi mendalam harus dilakukan untuk mengungkap bagaimana aliran dana ini dipotong, ke mana dana yang dipotong dialihkan, serta siapa saja yang terlibat dalam praktik ini.
Salah satu langkah penting dalam mengungkap kasus ini adalah melakukan audit investigatif terhadap aliran dana PIP. Setiap transaksi keuangan yang terkait dengan pencairan dan distribusi dana ini harus diperiksa dengan detail.
Menurut Dadan, beberapa langkah yang bisa diambil aparat penegak hukum dalam menyelidiki kasus ini adalah memeriksa bukti transfer dan catatan keuangan, memastikan apakah ada pemotongan dan ke mana dana tersebut dialihkan, serta siapa yang mendapat keuntungan dari praktik ini. Selain itu, pemeriksaan terhadap saksi dan penerima manfaat juga penting, termasuk keterangan dari siswa penerima PIP dan orang tua mereka.
Audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Jika ditemukan ketidaksesuaian dalam laporan keuangan, maka perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. Jika ada indikasi bahwa dana yang dipotong dialihkan untuk kepentingan pribadi atau bahkan dicuci melalui transaksi keuangan lain, maka pasal dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bisa diterapkan.
Kasus dugaan pemotongan dana PIP ini harus menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap praktik penyalahgunaan dana pendidikan. Mengacu pada Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, langkah-langkah penyelidikan harus segera dilakukan, termasuk pemeriksaan terhadap anggota DPR RI, staf khusus, pihak sekolah, serta pihak lain yang diduga terlibat.
Dadan Nugraha menegaskan bahwa kasus ini harus diusut hingga tuntas agar memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Menurutnya, kasus semacam ini bukan hanya merugikan siswa dan orang tua, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan di Indonesia.
"Penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat diperlukan dalam kasus ini. Masyarakat harus ikut mengawasi dan melaporkan jika menemukan dugaan penyimpangan serupa agar kasus seperti ini tidak terulang kembali," tutup Dadan.
Kasus dugaan pemotongan dana PIP di SMPN 1 Karangpawitan ini menjadi pengingat penting bahwa pengawasan terhadap dana pendidikan harus diperketat. Hak siswa untuk mendapatkan bantuan pendidikan harus dijaga, dan praktik korupsi dalam dunia pendidikan tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.