Daspublika.com – Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Garut, yang mayoritas menimpa pekerja perempuan, terus menjadi sorotan. Dadan Nugraha, S.H., advokat dan pemerhati kebijakan publik, menegaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan, pemerintah daerah, dan kurator memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan hak-hak pekerja terdampak terpenuhi.
Menurut Dadan, penanganan kasus ini tidak boleh berhenti pada bantuan sosial sementara, tetapi harus menjamin hak pekerja melalui jaminan sosial, kompensasi perusahaan, serta skema pemulihan ekonomi berkelanjutan.
BPJS Ketenagakerjaan bertanggung jawab dalam pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja yang terkena PHK. "BPJS Ketenagakerjaan wajib memastikan proses pencairan berjalan lancar bagi pekerja yang memenuhi syarat," ujar Dadan. Ia menyoroti perlunya sosialisasi lebih intensif dan pendampingan dalam prosedur klaim, serta transparansi dan akuntabilitas dalam pencairan dana.
Dadan juga menegaskan bahwa hambatan birokrasi tidak boleh menghalangi hak pekerja, karena dana jaminan sosial merupakan hak yang telah mereka kumpulkan selama bekerja.
Pemkab Garut tidak boleh pasif dalam menghadapi kasus ini. Pemerintah harus memastikan perusahaan membayar pesangon dan kompensasi sesuai regulasi, memberikan pendampingan hukum bagi pekerja yang mengalami pelanggaran hak, serta memfasilitasi mediasi antara perusahaan dan pekerja untuk mencari solusi terbaik.
Dadan juga menekankan pentingnya program pemulihan ekonomi bagi pekerja terdampak, seperti bantuan pelatihan keterampilan dan akses modal usaha melalui program bantuan UMKM. Langkah ini bertujuan agar pekerja yang kehilangan pekerjaan dapat beradaptasi dengan peluang ekonomi baru.
Jika perusahaan yang melakukan PHK massal mengalami kepailitan, maka kurator memiliki tanggung jawab utama dalam memastikan hak pekerja diprioritaskan sebelum aset perusahaan dibagi kepada pihak lain. "Pekerja sering kali dirugikan dalam kebangkrutan perusahaan. Pemerintah harus memanggil kurator dan hakim pengawas untuk memastikan hak mereka tidak diabaikan," tegas Dadan.
Ia menekankan bahwa hak pekerja atas upah dan pesangon harus menjadi prioritas utama dalam proses likuidasi aset perusahaan, sebagaimana diatur dalam peraturan kepailitan yang berlaku.
Dadan menjelaskan bahwa hak-hak pekerja yang terkena PHK dilindungi oleh berbagai regulasi, di antaranya UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PP No. 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), serta UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dengan dasar hukum yang jelas, pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki alasan untuk menunda atau mengabaikan hak pekerja.
Dadan juga menggarisbawahi pentingnya sosialisasi mengenai hak dan kewajiban pekerja dalam jaminan sosial. "Pekerja tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri. Harus ada pendampingan hukum agar mereka dapat memperjuangkan haknya dengan benar," tegasnya.
Menurutnya, langkah-langkah konkret seperti bantuan hukum, edukasi tentang prosedur klaim, serta advokasi pekerja melalui serikat buruh sangat diperlukan dalam kasus PHK massal seperti ini.
Dengan adanya langkah nyata dari BPJS Ketenagakerjaan, pemerintah daerah, dan kurator, Dadan berharap hak pekerja terdampak PHK massal segera terpenuhi dan mereka mendapatkan solusi ekonomi yang lebih baik. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.